JANGAN BAPER, BAHASA KASAR SEORANG SAHABAT KADANG PERTANDA IA SAYANG
JANGAN BAPER, BAHASA KASAR SEORANG SAHABAT KADANG PERTANDA IA SAYANG
Ada yang unik di keseharian orang minang dalam berkomunikasi. Biasanya suku bangsa ini terkenal dengan keramah tamahan dan kehalusan tutur katanya. Tapi lain hal bila anda menemukan dua orang saling bersahabat dekat. Di negeri bundo kanduang, kadang kedekatan itu justru ditandai dengan bahasa yang kasar.
Memang kurang elok kedengarannya, tapi biasanya bahasa kasar adalah ungkapan yang saling diterima oleh kedua belah pihak. Soal panggilan saja misalnya. Ketika seseorang menggunakan panggilan "ang" yang notabene kasar (meski disampaikan orang lebih tua sekalipun), tetapi tetap menjadi panggilan paling banyak digunakan antar teman sejawat. Sebenarnya ada aturan yang tidak baku, bahwa seorang lelaki apabila telah berumah tangga ia tidak patut lagi dipanggil "ang" oleh kakak atau orang yanglebih tua, apalagi teman sejawat. Tapi kenyataannya tetap saja, ketika dua sahabat yang sudah lama tak berjumpa lalu melepas rindu yang menggebu, akan menggunakan panggilan kasar itu. Mungkin keduanya sedang bernostalgia dengan masa lalu, ketika mereka belum berumah tangga.
Bahasa kasar, kadang-kadang menggunakan kosakata kotor. Ini patutnya dihindari karena bisa terdengar oleh anak-anak sehingga tidak mendidik. kata kotor seperti carut marut, bisa meluncur dengan mudah dari mulut seorang sahabat dalam bercanda, atau sedang merajuk. Namun tetap saja, ini tidak akan dinilai sebagai sesuatu yang disengaja untuk menyakiti hati. Malah kadang, sebagian orang berpendapat, itulah bukti teman sejati; tak marah ketika dimaki.
Cara mengungkapkan kosa kata kasar, biasanya disesuaikan dengan situasi sehingga tidak membawa pembicaraan pada pertentangan sesungguhnya. Hanya kelakar saja, dan kerap justru dibarengi dengan tawa. Di tiap daerah di Minang, ada kosakata kasar yang berbeda-beda. Kerap terdengar aneh apabila kosakata terlarang itu justru diucapkan dua orang yang sudah bagaikan saudara kandung meski sesungguhnya tak sedarah.
Meski sebagian orang menganggap fenomena ini lumrah, tapi tetap saja ada batasan dalam penggunaan kata kasar. Misalnya kepada yang lebih tua, kepada sumando, kepada guru, kepada pimpinan atau kepada orang yang sudah memegang titel adat. Orang-orang seperti ini, meski sudah sangat dekat tidak boleh diajak bicara dengan menggunakan bahasa kasar.
Saran penulis sih, kalau memang mau menggunakan bahasa kasar untuk menandakan kedekatan juga, upayakan tidak ditengah publik atau di hadapan orang yang lebih tua karena akan menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi yang mendengar. Sedapatnya, sebagai orang Minang tentu kita tetap menjaga khazanah bahasa kita agar tetap baik. Karena, pribadi seseorang dinilai dari bahasanya. Nan lahia, manandokan nan bathin kata orang-orang tua dulu. (Ajo Wayoik)
Comments
Post a Comment