Terdengar "Salah", 5 Ungkapan Minang Ini Justru Benar Adanya

Ada banyak ungkapan khas Minang yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Sebagiannya adalah pepatah, ada pula ungkapan biasa yang sebenarnya kaya akan makna. Diantara ungkapan-ungkapan tersebut, tak sedikit yang terdengar aneh lantaran "terbalik" dari kewajaran. Misalnya sesuatu yang dibawah, justru dikhawatirkan akan menghimpit. Pola terbalik seperti ini ternyata sebuah strategi kebahasaan dalam menyampaikan makna yang sangat dalam. Ada dialektika yang terbangun manakala keterbalikan itu direnungkan ulang.



1. Sampik Lalu, Lapang Batokok

Bahasa Indonesia-nya "Sempit lewat, lapang justru dipukul dulu baru lewat". Dalam kenyataannya, tentu saja lewat di tempat sempitlah yang lebih sulit daripada di tempat lapang. Tapi pepatah ini justru membalikkan realitas atau kewajaran itu.

Ungkapan ini adalah sebuah sindiran untuk orang yang justru malas mengerjakan sesuatu yang mudah dan lebih suka mengambil jalan sulit. Kenyataannya manusia memang kerap melakukan sesuatu yang menyulitkan diri sendiri. Misalnya mabuk-mabukan. Sudah jelas itu berbahaya, tapi tetap banyak yang suka.


2. Ingek-ingek nan diateh, nan dibawah kok maimpok
Bahasa Indonesianya; Ingat-ngat yang diatas, yang dibawah bisa menghimpit. Bagaimana mungkin sesuatu yang berada di bawah kita akan menghimpit kita? Makna pepatah ini adalah agar manusia berhati-hati karena masalah seringkali datang dari tempat tak terduga.

Kenyataannya yang dibawah memang bisa menghimpit. Misalnya, diktator suatu ketika dapat dikudeta (dihimpit) oleh rakyat yang biasa diinjaknya.

3. Manunggu nan lah lalu, Manjapuik nan lah pai
Bahasa Indonesianya; menunggu yang sudah lewat, menjeput orang yang sudah pergi. Kalau sudah lewat kenapa harus ditunggu? Ternyata makna pepatah ini adalah bahwa seringkali kita melakukan hal sia-sia.

Kenyataannya, kita memang kerap menunggu sesuatu yang sudah lewat untuk kembali lagi. Dunia seperti siklus, dimana masa lalu dapat terulang walau dengan format yang terlihat baru. Dalam ilmu budaya ini disebut retroaksi. Contohnya saja band naif yang mengusung musik lampau, namun dinantikan kehadirannya.

4. Tahimpik nak Diateh, Takuruang nak dilua
Bahasa Indonesianya : Terhimpit hendak diatas, terkurung hendak di luar. Maknanya keinginan untuk mengubah hidup yang sulit menjadi lebih baik. Ada juga yang memaknainya sebagai semangat untuk melawan rintangan sehingga yang awalnya dikira tidak mungkin akhirnya justru menjadi mungkin.

Kenyataannya, tidak ada orang yang ingin selalu terhimpit. Siapapun yang terhimpit pasti ingin ke atas. Dan siapapun yang terkurung, pasti ingin bebas.

5. Awak mancilok, urang ndak kahilangan
Bahasa Indonesianya : Kita mencuri, orang tak kehilangan. Bagaimana mungkin sebuah pencurian tidak membuat korbannya merasa kehilangan? ternyata yang dimaksud mencuri disini adalah mencuri ilmu. Ya, apabila kita mencuri ilmu, si pemilik ilmu tidak akan merasa kehilangan.

Kenyataannya, sebuah pencurian yang paling sukses memang sebuah pencurian yang tidak meninggalkan bekas sehingga orang yang telah dicuri barangnya merasa tidak ada masalah. Zaman kini itu terbukti. Misalnya,  kita kerap merasa tidak sedang kehilangan budaya kita, padahal budaya itu sudah habis terkikis.

Jikok ado nan salah dalam tulisan ko, ka urang banyak ambo minta maaf, ka Allah SWT ambo mintak ampun.(Ajo Wayoik)  

Comments